Guru MDTA Di Cibitung Bergajih Rp50 Ribu Perbulan, Kepala Sekolah : Kami Hanya Bisa Pasrah

  • Whatsapp
Gambar ilustrasi

PANDEGLANG, KONTRAS – Pihak sekolah Madrasah Diniyah Takmilyah Awaliyah (MDTA) AR-Raudoh di Kecamatan Cibitung hanya mampu menggajih para guru sebesar Rp50 Ribu perbulannya. Kondisi ini dikarenakan pihak sekolah hanya mendapatkan bantuan sebesar Rp 6,5 Juta pertahun dari Pemerintah Daerah (Pemda) Pandeglang.

 

Kepala sekolah MDTA di Pandeglang bernama Sukanta mengakui jika gajih tersebut bersumber dari bantuan Pemda Pandeglang. Selain untuk menggajih guru sebanyak empat orang, bantuan sebesar Rp 6,5 Juta pertahun itu pun digunakan untuk belanja keperluan sekolah.

 

“Jumlah siswa disini sekitar 70 orang. Kalau dihitung, bantuan Rp 6,5 juta itu kalau dibagi buat ngegaji guru per bulannya itu cuma Rp 50 ribu per orang,” Kata Sukanta melalui telpon seluler, Selasa (7 September 2021).

 

Adapun untuk dirinya sendiri, Sukanta mengaku bahwa setiap bulannya hanya mendalatkan Rp75 Ribu untuk honor kepala sekolah. Sementara uang sisanya, biasanya dia gunakan untuk membeli keperluan alat tulis dan kebutuhan Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) yang lain.

 

“Buat beli ATK juga udah habis kang. Apalagi kalau buat kebutuhan ujian tiap semester, itu kadang saya harus mikir keras dapat dananya dari mana,” ungkapnya.

 

Adapun sekolah yang dikelolanya, Sukanta mengaku sudah tidak memungut biaya apapun kepada walid murid siswa sejak 2007 lalu, itu semua sudah tidak diperbolehkan oleh Pemda Pandeglang. Kondisi ini sudah berlangsung sejak belasan tahun silam dan pihaknya hanya bisa pasrah menerima keadaan tersebut.

 

“Mau gimana lagi kang. Sekarang begini, siapa sih orang yang mau digaji Rp 50 ribu kalau bukan mempertimbangkan buat kemajuan anak bangsa, apalagi persoalan agama, pasti enggak mau lah kalau lihat ke sana mah,” tuturnya.

 

Meski demikian, Sukanta beserta guru di madrasahnya tetap berkomitmen memberi pelajaran agama kepada anak-anak di wilayahnya. Apalagi, ia menyebut Pandeglang harus terus mempertahankan identitas keagamannya karena sejak dulu daerah ini terkenal dengan sebutan kota seribu ulama sejuta santri.

 

“Meskipun madrasah itu bukan pendidikan formal, tapi dari sana anak-anak itu bisa kami didik tentang ilmu agama dan akidahnya. Kami bukan bermaksud melihat bantuan ini dari sisi besar dan kecilnya anggaran, tapi minimal ada perhatian dari pemda bahwa tenaga pendidik di madrasah itu juga harus diperhatikan kesejahteraannya,” ucapnya seraya menutup perbincangan tersebut dengan wartawan. (Zis/Red)